Bab 24 – Air Mata

Reinald duduk bersandar pada sofa, meneguk teh Qili panas yang masih beruap. Ramuan tersebut tidak dapat menghilangkan kelelahan yang mendera tubuhnya. Luka-luka yang telah Nadine bekukan mulai berdenyut-denyut menyakitkan, terutama luka besar di perutnya. Namun pikirannya menolak untuk beristirahat, malah berputar amat kencang seperti mobil yang sedang dipacu. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 23 – Felledia

Bulan sabit menggantung rendah di langit yang baru saja terbebas dari kepungan awan berat. Angin malam yang amat dingin bertiup kencang, menerpa rambut dan wajah Reinald, terasa sampai ke balik baju tempur Ildarrald Daevarnya. Pemuda itu merasa amat lelah. Sekujur tubuhnya terasa berat, seolah-olah tiap sendi dan ototnya berubah menjadi kayu. Entah sudah pukul berapa dini hari sekarang. Rasanya sudah lama sekali berlalu semenjak ia meninggalkan Farsei Foruna. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 22 – Alleterre

Dalam keremangan malam, Ducati berhenti di sebuah pelataran sunyi, dan Nadine bergegas melompat turun. Dengan cepat gadis itu mengamati keadaan di sekitarnya. Lapangan kecil itu dipenuhi oleh angkot yang diparkir berderet, sementara di pinggirnya berdiri kios-kios sederhana yang tiap jendelanya tertutup oleh kayu, bambu, atau spanduk tipis. Tak ada makhluk hidup lain yang tampak, kecuali dirinya dan Reinald. Apa orang-orang yang menyerang kaum urnduit telah pergi? Apa ia dan Rei terlambat? Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 21 – Arothen

Reinald merasakan jantungnya berdentam keras. Rasa dingin mengaliri punggungnya, dan kelelahan menerpanya tanpa ampun.

Di sekelilingnya, arothen menggeram dan mendesis, menyeringai dan mencakar. Mata mereka yang bercahaya dalam gelap menatapnya dan Nadine dengan pandangan lapar, seolah tak sabar untuk mencabik-cabik mereka berdua. Pintu kamar, yang merupakan satu-satunya jalan keluar dari ruangan tersebut, sudah tertutup oleh makhluk-makhluk itu. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 20 – Tengah Malam

Nadine mengenakan baju dengan lambat dan formal, seolah-olah sedang berada dalam sebuah upacara. Memasukkan tangan satu persatu ke dalam lengan pakaian yang menjuntai sampai ke pergelangan. Memasang setiap kancing keemasan perlahan-lahan. Merapikan kerah yang menempel tinggi pada leher. Mengenakan celana panjang hitam yang sewarna dengan bajunya. Terakhir mengenakan sepatu bot yang menutup sampai ke mata kaki. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 19 – Racunvora

Reinald mengamati Nadine mengaduk-ngaduk makanannya dengan sendok. Sejak kembali ke Farsei Foruna, pandangan gadis itu menerawang jauh, seolah sedang memikirkan sesuatu.

“Nasinya tidak akan habis walaupun kamu aduk terus, lho,” komentar pemuda itu.

Gadis itu tersentak. Matanya kembali terfokus ke arah Rei. “Aku tidak selera,” sahut Nadine.

“Tapi kamu harus makan. Kalau tidak, kamu tidak akan punya tenaga untuk mencari Lex.” Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 18 – Tangan Kanan

Reinald memandangi Indra dan Melinda di hadapannya, yang saat itu juga sedang mengamatinya. Indra dengan tatapan penasaran yang polos, sementara Melinda dengan pandangan curiga yang tak ditutupi. Rei mengedipkan mata pada Melinda, dan langsung dihadiahi dengusan kesal.

Pemuda itu tertawa dalam hati. Tampaknya mengaku sebagai pacar Nadine tidaklah cukup untuk membuatnya diterima dengan tangan terbuka di Ildarrald Daevar. Yah, wajar sih. Ildarrald Daevar pastinya bukan sebuah kelompok yang mudah menerima orang luar. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 17 – Ildarrald Daevar

“Tiga hari lalu Lex pergi,” Lili menangkupkan kedua tangan di atas meja dengan gelisah. ”Dia… kami… ah, mungkin lebih baik kalau kuceritakan semuanya dari awal.”

Kemudian gadis itu mulai berkisah. Menerangkan semua yang terjadi semenjak tiga tahun lalu. Selama beberapa saat hanya suaranya yang terdengar di ruangan tersebut. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 16 – Nin Ye Kiufe Grei Desenti

Nadine serta-merta berlari ke pintu. Dadanya berdegup kencang, berbagai macam pikiran melaju di benaknya. Apa yang sedang terjadi? Bahaya apa yang menimpa Lili? Lex hilang? Apa ada hubungannya dengan pihak yang sempat menyerang Rei? Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 15 – Pesan

Pasak es itu meluncur kencang tanpa bisa dihentikan.

Reinald mengangkat Seise Felliri ke depan wajah. Kristal tajam tersebut menabrak bilah pedang dan hancur berkeping-keping; getarannya memenuhi lengan pemuda itu. Stalaktit beku lainnya melaju deras dari arah kiri, dan Rei mengayunkan pedang, menepis pasak runcing tersebut. Kemudian tanpa menghentikan gerakannya pemuda itu mengayunkan Seise Felliri dalam satu tebasan lebar, menangkis tiga kristal tajam lain.

Belum sempat ia menarik napas, stalaktit-stalaktit es lain telah menerjang. Continue reading

Posted in Artefaktor