Entry Fantasy Fiesta 2012 – Pencari Warna

Tidakkah seharusnya dunia ini tidak hanya seperti ini?

Kief memandangi foto di tangannya. Foto itu memperlihatkan selembar daun yang agak lebar. Setelah mengamatinya beberapa saat, anak laki-laki itu menempelkan foto tersebut ke halaman buku tulis yang terbuka di pangkuannya, lalu menulis di bawahnya:

21

Abu-abu muda gelap

Kemudian kembali terdiam, sebelum akhirnya menghembuskan napas keras-keras. Continue reading

Posted in Fantasy Fiesta

Entry Fantasy Fiesta 2011 – Jakarta Tunggu Kami

Karmo menjejakkan kaki di bumi Aceh, dan menghirup udaranya dalam-dalam.

Setahun setelah tsunami yang meluluhlantakkan provinsi tersebut, juga sebagian dari Sumatra Utara, Aceh belum lagi pulih sepenuhnya. Kerusakan masih terlihat di mana-mana. Genangan air masih tersisa di sana-sini. Jalan-jalan masih retak, belum lagi diperbaiki. Dan penduduk Aceh masih banyak yang bermukim di tenda-tenda darurat di pinggir jalan. Continue reading

Posted in Fantasy Fiesta

Daftar Kata

Alleterre: Tumbuhan magis yang mengatur dan menjaga aliran grae di bumi. Tanaman tersebut berwujud kumpulan pohon-pohon kecil yang tumbuh menempel, batang-batang mereka saling melilit satu sama lain sampai membentuk sebuah batang raksasa. Daun-daun pohon tersebut juga saling terkait satu sama lain, membentuk satu kubah dedaunan yang lebar dan rimbun. Alleterre ditandai dengan karakteristik warnanya yang terus berubah, kadang merah, hijau, biru, atau pun ungu. Jumlah Alleterre sudah amat sedikit di seluruh bumi. Dalam bahasa Ildaris berarti Pohon Dunia. Continue reading

Posted in Artefaktor

Daftar Mantra

Tir te perenna lo Lanthe, ava du te jenna mir siegha ru nin kuei lo tarn

Atas nama Cahaya, berkati kami dengan perlindungan dari mara bahaya.

(Mantra yang terukir di baju besi Ronny. Merupakan mantra perlindungan) Continue reading

Posted in Artefaktor

Epilog

Para raghen dan tohsa berbaris keluar dari ruangan, meninggalkan Aryo sendirian. Pemuda itu membungkuk di atas meja besar yang terletak di tengah aula tersebut, mengamati imaji yang melayang di atas permukaannya. Sebuah peta tiga dimensi yang diciptakan dengan grae, nyaris nyata sehingga seakan-akan bisa disentuh. Peta tersebut menampakkan kontur Enfir Alle, benteng Galazentria, dan pemukiman-pemukiman di sekitarnya, serta Ladare Lide dan Sonara Lide yang menjulang di kedua ujungnya. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 29 – Galazentria, Dulu

Angin kembali bertiup kencang, menghempas tubuh Nadine. Gadis itu membuka mata dan menatap sekelilingnya. Ia dan yang lainnya berdiri di sebuah pelataran luas berbentuk lingkaran. Sejumlah pilar berulir berdiri di tepi pelataran tersebut, memagarinya. Tiang-tiang tersebut sudah tidak utuh dan patah di sana-sini. Ada yang masih dalam kondisi sempurna, menjulang tinggi ke angkasa. Ada yang hanya setinggi manusia; ujung atasnya terpotong bagaikan tertebas senjata tajam. Ada yang telah roboh terguling ke pelataran. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 28 – Alasan

Melinda menatap orang-orang di hadapannya dengan kecurigaan yang semakin bertambah seiring menit yang berlalu. Memandangi Nadine yang sedang duduk di sofa. Wajahnya amat pucat, dan lingkaran hitam membayangi mata gadis itu, seolah sudah berminggu-minggu ia kurang tidur. Di sebelah kanannya duduk Reinald, pemuda yang menyebut dirinya sebagai pacar Nadine, walaupun Melinda tidak yakin itu benar. Dan di sebelah kiri Nadine berdiri makhluk mengerikan yang disebut-sebut sebagai urnduit. Siapa nama sosok itu? Gafta, atau Kaka, atau semacam itulah. Sejak pertama kali melihatnya, Melinda sudah merasa takut pada monster itu. Sampai sekarang ia tak habis pikir, kenapa Nadine mau menjadikan makhluk itu anak buahnya. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 27 – Dua Dimensi

”Kamu ingat, aku pernah berkata kalau dimensi di dunia ini sebenarnya tidak hanya ada satu, tapi banyak?” Nadine memulai.

Rei mengangguk. ”Seperti Ezon, dimensi asal kaum Gakka.” Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 26 – Badai di Tengah Samudra

Reinald terombang-ambing dalam rasa sakit. Seluruh dunianya seperti hanya terdiri dari lautan gelap yang bergelombang dahsyat, sementara badai berkecamuk di sekitarnya. Ombak menerpanya tanpa ampun, membakar sekujur tubuhnya dengan api tak kasat mata. Sementara itu badai menerjangnya, menyayatkan rasa perih yang teramat sangat. Pemuda itu membuka mulut, berteriak sekuat tenaga, namun tak satu pun suara keluar dari tenggorokannya. Continue reading

Posted in Artefaktor

Bab 25 – Bola Varre

Nadine membuka mata. Kedua kelopaknya terasa amat berat, dan seluruh tubuhnya terasa amat kaku, seperti terbuat dari batu. Gadis itu mengerjap beberapa kali, lalu mengamati keadaan sekitarnya.

Ia masih berada dalam kamarnya sendiri. Tirai menutupi setiap jendela yang ada di sana, membuat ruangan itu menjadi gelap. Sinar matahari membias dari balik tirai-tirai tersebut, jadi mungkin sekarang sudah siang. Continue reading

Posted in Artefaktor